← back to home

Investasi pasif dengan ETF Indeks



Photo by Marten Bjork from Unsplash

Siapa yang gak mau investasi tapi tanpa harus pusing-pusing memilih, membeli saham yang mungkin punya potensi memiliki capital gain yang tinggi?

Jujur, saya juga mau, tapi apa bisa?

Tapi menurut penelitian, untuk bisa secara konsisten terus benar dalam memilih saham sangat sulit dilakukan, ada yang bilang hampir mustahil, Warren Buffet yang disebut jenius dalam berinvestasipun tetap melakukan kesalahan.

Tidak ada yang bisa menebak satu atau banyak saham akan naik dan memberikan keuntungan untuk pemegang saham jika direalisasikan.

Untuk saham individu, kita harus benar dua kali, benar di harga beli saham yang hitungannya murah, dan benar di harga jual yang menguntungkan.

Tapi realitanya, terkadang tidak bisa benar dua kali, jika ada, itu keberuntungan, mungkin kita beli ketika murah, dan ketika menjual kita tidak tahu apakah ini beneran harga atasnya? atau akan terus naik?.

Jika menjual, dan harga masih terus naik, gimana perasaannya? terkadang lebih sakit dibanding dengan cut-loss, karena kita sebelumnya pegang, tapi kemudian tidak, dan harganya terus naik.

Investasi Pasif

Investasi dengan strategi ini mengurangi faktor psikis yang mungkin muncul jika kita membeli saham individu yang kita yakini akan naik dalam waktu ke depan.

Dengan investasi pasif, sebagai investor, tidak harus secara aktif melakukan transaksi jual dan beli saham.

Indeks saham adalah salah satu pendekatan terhadap investasi pasif, kita membeli saham yang termasuk ke dalam indeks yang sudah dibuat oleh lembaga-lembaga keuangan, dan ada banyak indeks yang bisa dilihat, saya membahas indeks saham ini di seputar finansial.

beberapa Indeks yang dikenal di Indonesia antara lain, IDX30, LQ45 atau MSCI.

Indeks tersebut memiliki kriteria yang sudah ditetapkan oleh komite dari masing-masing pemegang indeks, dan secara periodik, komite itu akan mengukur dan memutuskan untuk mengganti rotasi dari konstituen saham yang ada di dalam indeks tersebut.

Kenapa indeks identik dengan investasi pasif?

Sederhananya, karena dengan menggunakan indeks sebagai acuan, keputusan-keputusan mengenai saham apa saja yang harus dipilih dan dibeli sudah diputuskan oleh komite, kita tinggal ikut saja, dan komite ini tentunya memiliki banyak ukuran, pertimbangan dan faktor-faktor lain yang dihitung.

Kita menyerahkan keputusan ke orang lain, yang mungkin lebih capable dan memiliki sumber yang lebih dibanding kita investor ritel.

Kemudian, indeks yang digunakan sebagai acuan ini dijadikan produk oleh banyak manajer investasi, bisa produk reksa dana atau ETF, dan kinerja produk investasi ini diukur atau dibandingkan dengan acuan indeks yang produk tersebut anut.

Khususnya di ETF, manajer investasi akan membeli saham yang termasuk di dalam indeks jika ada yang membeli atau membuat unit yang terkait dengan produk ETF-nya (bahasan di bawah).

Proses pembelian saham yang ada di dalam ETF ini sudah ada mekanismenya, untuk lebih jelas bisa melihat halaman di IDX.

Karena minim keterlibatan investor individu, dan juga saham-saham yang menjadi konstituen juga diatur mengacu ke indeks, manajer investasi sebagai issuer ETF tidak banyak melakukan aktivitas jual dan beli, jika indeks turun, maka ETF produk tersebut juga.

Minim aktivitas berarti minim juga fee yang harus dikeluarkan oleh MI, fee seperti pajak, levy, komisi broker tidak ada, karena aktivitasnya sedikit (biasanya kalau aktivitas jual memiliki beban biaya lebih tinggi daripada beli), karena fee lebih rendah inilah investasi pasif lebih disarankan untuk jangka waktu lama.

Dua pasar ETF

Di ETF dikenal ada 2 jenis pasar, pasar primer (Primary Market) dan pasar sekunder (Secondary Market), perbedaan mencolok dari kedua pasar ini adalah dari sisi jumlah, di pasar primer, minimum pembelian adalah 1 basket, dan 1 basket isinya 1000 lot, ukuran besaran dari saham mana yang ada di konstituen yang memiliki porsi lebih besar ketika proses subscription ini tergantung dari prospektus yang dikeluarkan.

Misalkan produk ETF XIHD, yang mana produk ini berfokus pada saham-saham yang memiliki dividen besar, yang mengacu pada indeks IDXHD 20, dengan daftar konstituen berikut.

Ketika investor melakukan bucket creation, saham-saham IDXHD 20 akan dibeli dengan proporsi yang berbeda, tergantung dengan kriteria (akan dibuat artikel khusus mengenai ini).

Dan di pasar sekunder, beda lagi mekanismenya, investor bisa membeli unit yang ada di pasar sekunder, unit ini seperti yang biasa digunakan di reksa dana, karena memang karakteristiknya mirip, harga dari unit ini bsia berubah seiring dengan pasar, jika permintaan tinggi, bisa saja harga perunit akan naik juga, tetapi ETF akan selalu mengacu pada NAV (Nett Asset Value) atau NAB (Nilai aktiva bersih).

Jangka waktu, disiplin dan konsistensi

Keputusan pembelian, penjualan, riset untuk aset yang akan kita investasikan dan lainnya, sudah dilakukan oleh pihak lain, dalam hal ini manajer investasi, jadi yang tinggal kita lakukan adalah disiplin, disiplin dalam melakukan investasi, selalu menambah kepemilikan kita, melakukan dollar cost averaging, tidak peduli pasar sedang naik atau turun, kita membeli sesuai dengan harga pasar yang ada.

Terkadang disiplin dan konsistensi ini lebih sulit dilakukan.




Related Posts